Testing Title - For Acne Treatment Blog

Deskripsi disini

Negara Muslim, tetapi kurang Islami

Posted by Sri Rejeki Sabtu, 12 November 2011 0 komentar
Kompas, harian terkemuka di Indonesia pada Sabtu, 5 November 2011, memuat tulisan dari Prof. Dr.Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul ”Keislaman Indonesia”. Hal yang menarik dari tulisan yang diilhami oleh sebuah penelitian ”How Islamic are Islamic Countries” ini menilai kesalehan sosial masyarakat di suatu negara, termasuk Indonesia yang mendapat porsi bahasan terbesar di dalamnya. Apa yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah hubungan sosial antar sesama  manusia atau dalam bahasa Islamnya disebut Habluminannas.

Aspek-aspek yang diteliti diformulasikan dari ajaran Al-Quran dan Al-Hadits, yang mencakup hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia, sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta kehidupan sosial, sistem perundangan dan pemerintahan, hak asasi manusia dan hak politik, dan hubungan internasional dan masyarakat non-muslim.
Fakta mencengangkan terungkap dari penilitian yang dilakukan oleh Scheherazade S. Rehman dan Hossein Asakari dari The George Washington University, New Zealand menempati urutan pertama, dan disusul oleh Luksemburg dalam penelitian itu. Negara Barat lainnya yang mengusung ideologi sekuler, seperti Kanada dan Australia bercokol masing-masing di posisi 7 dan 8. Ranking terbaik negara Muslim ditempati oleh Malaysia yang berada di urutan 38. Sedangkan Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar di dunia berada jauh tertinggal di urutan 140.
 
Lautan manusia mengitari Ka'bah.
Tentunya hasil penelitian ini membuat kita bertanya-tanya bagaimana kualitas keislaman Indonesia karena kita melihat masih banyak orang Indonesia yang rajin ke masjid untuk beribadah. Ya, memang kalau melihat sekilas tentang aspek ritual-individual orang muslim di Indonesia dinilai masih cukup religius. Mereka tak pernah absen sholat, mengaji, berpuasa, dan mengamalkan ajaran Islam lainnya, seperti naik haji yang jumlah jamaahnya terus meningkat setiap tahunnya.

Namun menurut pemikiran penulis, rendahnya ranking kualitas keislaman masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh terbatasnya pemahaman bahwa agama merupakan urusan pribadi dengan Allah, belum memasuki ranah kehidupan sosial. Memang benar bahwa, kehidupan yang hakiki adalah kehidupan setelah mati. Akan tetapi, setiap muslim juga berkewajiban untuk menjaga bumi dan segala isinya untuk mendukung kehidupan duniawinya dan kehidupan akhiratnya kelak.

Titik berat pemahaman agama masih terletak pada Habluminallah dan cendrung melupakan Habluminannas. Padahal dalam Islam sendiri, kedua-duanya tidak berdiri sendiri. Hubungan sosial yang baik dengan manusia lain merupakan wujud ibadah dan ketaatan kepada Allah, sehingga dalam Islam dikenal dengan hukum mu'amalah yang mengatur hubungan sosial, perkawinan, perdagangan, kehidupan bernegara, hingga kriminal. Tapi mayoritas  muslim Indonesia merasa telah cukup hanya mengamalkan konsep Habluminallah.

Akibat dari pemahaman dangkal mengenai agama, banyak peristiwa antisosial di Indonesia yang terjadi. Korupsi marak terjadi di lingkungan birokrasi pemerintahan yang notabene diisi oleh mayoritas orang Islam. Pemerintah yang seharusnya menjadi agen pembangun Indonesia, malah menjadi perusak tatanan negara. Tawuran antar kampung, antar siswa, bahkan antar mahasiswa tak henti-hentinya terjadi, mengisi headline berita surat kabar atau televisi.

Peristiwa yang sehari-hari disaksikan di depan mata kita sendiri adalah kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan yang dilakukan oleh kebanyakan orang muslim di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan sebuah ajaran Islam bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.  

Saya membandingkan kehidupan sosial masyarakat Jepang, walaupun mereka bukan masyarakat Muslim, tetapi menurut saya mereka jauh mencerminkan nilai-nilai Islami ketimbang Indonesia. Pengalaman tinggal selama setahun di negeri itu membuat saya bisa mengamati bagaimana masyarakatnya hidup dalam nilai-nilai Kejepangan yang mirip sekali dengan ajaran-ajaran Islam. 

Pejabat di Negeri Sakura itu tak segan-segan untuk mundur dari jabatannya bila terindikasi tersangkut skandal korupsi, bahkan ketika mereka salah ucap, sehingga melukai perasaan rakyatnya. Rasa malu menjadi motivasi terbesar bagi pejabat Jepang untuk mundur apabila tidak dapat melaksanakan tanggung-jawabnya dengan benar. Coba pembaca mencari hubungan antara iman dan rasa malu dalam hadits, pasti Anda temukan.  

Di kalangan masyarakat biasa, hal-hal yang patut dijadikan contoh sering terjadi. Penulis mengalami sendiri saat mengunjungi Oita Monkey Forest. Saat masuk obyek wisata tersebut, ada sebuah handycam yang tertinggal di atas kursi di ruangan masuk. Setelah selesai berkeliling selama kurang lebih tiga jam untuk menikmati pesona obyek wisata tersebut, penulis masih menemukan handycam tergeletak di sana, tidak ada seorang pun yang mengambil. Padahal, hari itu merupakan hari libur di mana banyak pengunjung yang mengunjungi obyek wisata tersebut. Seorang dosen Ilmu Kelautan IPB menceritakan bagaimana tercengangnya dia setelah laptopnya yang tertinggal di sebuah kantor kecamatan di Kota Fukuoka karena buru-buru untuk sholat Jumat, tidak dicolong orang.
 
Masyarakat Koriyama, Jepang mengantri air dengan tertib setelah terjadinya Bencana Tsunami.

 Ketertiban masyarakat Jepang yang menginspirasi masyarakat dunia adalah ketika mereka sedang menghadapi bencana Tsunami yang melanda Perfektur Tohoku bulan Maret lalu. Meskipun dalam kedaan serba kesusahan, mereka tak lantas menjarah toko-toko dan mencuri barang milik tetangga. Mereka antri dengan tertib saat mengambil bantuan makanan, air, selimut, dan logistik lainnya. Berbeda sekali dengan antrian orang-orang Indonesia yang selalu berakhir ricuh, bahkan ada yang terbunuh saat mengambil jatah zakat yang jumlahnya tak seberapa.  

Dari gambaran di atas, nilai-nilai Islam mengandung nilai-nilai yang sangat universal. Kesamaan antara nilai-nilai islam dengan nilai-nilai positif dari budaya suatu negara berarti nilai-nilai Islam sangat cocok dengan sifat manusia (baca:fitrah manusia) di segala penjuru dunia tak terkecuali untuk membentuk tatanan sosial yang berkualitas. Apabila suatu negara Islam atau muslim di dunia ini tidak menerapkan nilai-nilai islami dalam kehidupan sosial mereka secara benar, sedangkan negara-negara non-muslim berhasil mengaplikasikan nilai-nilai yang mirip dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam, maka siapakah yang lebih islami? Tentunya pembaca tahu jawabannya.
 
Islam inside, Islam outside
Negara-negara muslim di dunia ini, termasuk Indonesia mengalami kemunduran seperti sekarang ini, karena salah satu penyebabnya adalah tatanan sosial yang jauh dari nilai-nilai islami. Tampaknya perlu kontekstualisasi ajaran Islam yang sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini. Penerjemahan secara luas atas ajaran Islam oleh kyai, ustad, imam, dan pemuka agama lainnya, beserta contoh-contoh nyata diperlukan untuk mengatasi segala permasalahan sosial yang terjadi di dunia muslim. Sebagai contoh sebuah ajaran berikut, ”Innallaha Ma’assobirin”, yang berarti Allah akan menyertai orang-orang yang sabar dapat digunakan untuk menanamkan budaya antri masyarakat yang menuntut ketertiban dan kesabaran

Ditulis Oleh Anjas Prasetyo - Yogyakarta ( Pernah tinggal di Jepang 1 tahun pada tahun 2009 - 2010 )
Description
: Negara Muslim, tetapi kurang Islami
Rating
: 4.5
Reviewer
: Sri Rejeki
ItemReviewed
: Negara Muslim, tetapi kurang Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Just Testing

Recent Post

More